Eddy Gombloh, Benyamin S, dan Komedi Surga

Eddy Gombloh dan Benyamin Sueb
Eddy Gombloh dan Benyamin Sueb dalam film 3 Djanggo. (Foto: Istimewa)


Jakarta, Humoria - Setelah disemayamkan di rumah duka di Dusun Sono Wenan, Desa Merdirejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, jenazah pelawak senior Eddy Gombloh langsung dibawa ke Pemakaman Tegal Alur, Jakarta Barat. Almarhum Eddy Gombloh dimakaman Jumat, 5 Agustus 2022. 

Di pemakaman Tegal Alur, jenazah Eddy dimakamkan satu liang lahat dengan putra keduanya, yakni Yoseno Raharjo, yang meninggal dunia pada 17 Juni 2017. 

“Dia sendiri yang minta dimakamkan satu liang lahat dengan putranya. Sebenarnya bisa dimakamkan di Yogyakarta. Bisa di Godean atau Prambanan. Tapi ya itu, dia sendiri yang minta dimakamkan di Jakarta,” ungkap Murtinah Lubalu, istri Eddy Gombloh. 

Makam komedian Eddy Gombloh
Eddy Gombloh dimakamkan di Tegal Alur, Cengkareng, Jakarta Barat. (Foto: Syamsul Arief/Humoria)



Eddy Gombloh meninggal dunia di RS Dr Sardjito Yogyakarta setelah menjalani perawatan selama tiga hari. Di akhir usianya, pria berusia 80 tahun ini menderita sejumlah komplikasi, seperti jatung, ginjal, dan paru-paru. 

Pinang Dibelah Dua 

Sepanjang kariernya, Eddy Gombloh sudah bermain lebih dari 30 judul film. Dia kerap bermain bersama dengan seniman Betawi Benyamin Sueb. Sebut saja film Biang Kerok, Benyamin Brengsek, hingga Benyamin Tukang Ngibul. 

“Saya sama Benyamin seperti pinang dibelah dua,” kata Eddy, kepada Humoria, suatu ketika.

Di mata Eddy, sosok Benyamin sukar dilupakan. Dia merintis karier bersama. Sering juga tampil di kelompok kesenian Kodam. Eddy melawak, Benyamin bernyanyi. Mereka kerap diduetkan jauh sebelum bermain film. 

Tidak hanya di panggung, mereka juga akrab di luar pentas. Saking dekatnya, Eddy sering disuruh mengambil raport sekolah anak-anak Benyamin. 

“Yang saya ingat, dia (Benyamin) itu jahil. Saya sering dikerjain,” lanjut Eddy, tergelak. 

Pernah mereka berdua mengisi acara di Kodam. Kebetulan saat itu banyak botol bir, sehingga Eddy disuruh membawa dua botol yang langsung dimasukkan ke dalam tas. 

Begitu hendak jalan pulang, Benyamin minta Eddy pamitan dulu kepada komandan Kodam. 

“Bloh, lo udah pamitan belum sama komandan? Salaman dong, gue kan udah. Nah, waktu saya salaman dengan komandan, rupanya bir di tas saya ditukar batu bata sama dia,” kenang Eddy. 

Eddy tidak curiga karena berat dua botol bir sama dengan dua bata. Dia baru tahu isi tasnya berubah batu bata, ketika sampai di rumah. 

Melawak Sejak Sekolah Dasar 

Perjalanan lawak Eddy sebenarnya dimulai ketika dia duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Saat itu, Eddy yang tengah mengantar keluarganya transmigrasi di Lampung, sempat menonton panggung hiburan rakyat di sana. 

Dalam acara tersebut, ada seorang penghibur yang berbeda dengan lain. Baru naik panggung, tapi dia sudah membuat penonton tertawa. Jadi belum ngomong apa-apa, sudah membuat yang hadir ketawa ngakak.

“Dalam hati kecil saya, betapa bahagianya orang ini, bisa membuat orang lain bahagia. Dari situ saya kemudian ingin menjadi pelawak,” ungkap Eddy Gombloh. 

Tekad Eddy ini dibuktikan dengan mulai menghibur dari panggung ke panggung. Bahkan, saat remaja, Eddy pernah ikut bermain ketoprak. Kesempatan ini sudah membuatnya senang, meski hanya mendapat peran kecil. 

“Sering mendapat peran menjadi prajurit, yang sekali pukul lalu mati. Jadi habis itu gak main lagi, kan sudah mati. Hanya jadi figuran,” tambah Eddy. 

Eddy juga kerap main di panggung pelajar di  taman hiburan di Yogyakarta. Suatu ketika, selepas bermain di sana, tiba-tiba ada yang menghampiri dan menawari kerja di Jakarta. 

“Saya ditanya, di sini sekali main dibayar berapa? Saya jawab 50. Mau tidak main di Jakarta, sekali main bisa dibayar seribu,” kata Eddy. 

Dia tidak langsung menjawab. Masih mau pikir-pikir dulu. Setelah berkonsultasi dengan keluarga besar dan bermodal uang 200 perak, Eddy akhirnya hijrah ke Jakarta. 

Dia tinggal di Jalan Raya Cikini. Sambil mengisi waktu, Eddy ikut bermain ketoprak di kawasan Cipinang bersama sejumlah seniman lain. 

Bayarannya tidak selalu uang. Sering mereka hanya diberi rokok atau mendapat kiriman bakmi goreng selepas pentas. Tapi itu sudah membuat senang. 

Lalu dari mana asal mula nama Eddy Gombloh? 

Itu didapat Eddy ketika SMA. Guru Bahasa Inggrisnya yang bernama Pak Agus bertanya, Mr Supardi siapa sinonim nama kamu? 

Eddy yang memiliki nama asli Supardi menjawab sekenanya. “Nama saya Eddygomb. Apa itu? Eddy Gombloh. Sejak saat itulah, semua teman-teman saya memanggil Eddy Gombloh,” ungkap Eddy. 

Tidak selamanya Eddy Gombloh tampil sebagai figuran. Dia pernah mendapat peran utama dalam film Tiga Janggo, bersama Benyamin Sueb dan Hamid Arief yang disutradarai Nawi Ismail. 

Bahkan, Eddy pernah mencapai puncak popularitas di tahun 1980-an. Dia salah satu aktor yang mendapat bayaran termahal. Bisa mencapai angka Rp 2 juta. Padahal saat itu uang Rp 100 masih sangat berharga. 

Kendati menjadi salah seorang komedian dengan honor tinggi, Eddy tetap sederhana. Dia jarang menghamburkan uangnya selepas syuting, seperti teman artis yang lain. Bahkan, Eddy sering terlihat berangkat-pulang ke lokasi syuting dengan menggunakan angkutan kota. 

“Saya tidak pernah gengsi. Daripada uangnya untuk sesuatu yang tidak berguna, seperti rokok dan minuman, lebih baik ditabung. Banyak teman yang  honornya habis semalam untuk minum,” kata Eddy Gombloh. 

Karier Meredup 

Seiring perjalanan waktu, karier Eddy mulai meredup. Dia jarang mendapat tawaran bermain film. Kesempatan ini dimanfaatkan Eddy untuk pulang ke kampung halaman sekaligus tanah kelahirannya di Yogyakarta. Dia meninggalkan Ibu Kota, 14 tahun silam. 

“Sudah sumpek dan ingin tenang,” ungkap pria kelahiran 17 Agustus 1941. 

Di Yogyakarta, Eddy dan keluarga membeli rumah dan berwirausaha. Mereka membuka jasa fotokopi dan menanam buah salak sebagai mata pencarian di masa tua. Dari tabungan hasil bermain film, Eddy juga membeli ruko yang kemudian disewakan kepada orang lain. 

Eddy Gombloh hari ini dimakamkan. Dia bukan hanya meninggalkan seorang istri dan tiga anak. Namun juga kesederhanaan yang sudah sepantasnya ditiru oleh aktor dan aktris muda: tidak foya-foya selagi jaya, sehingga tetap bersahaja hingga akhir usia. Dan kini, bersama sobat karibnya, Benyamin Sueb, Eddy Gombloh mungkin sudah kembali ceria bemain komedi di surga. 

(Gading Putri)

Post a Comment

Previous Post Next Post