Karena Humor Penyedap Kreativitas

Geoffrey Miller, pakar psikologi evolusioner, menganggap humor sebagai suatu indikator yang penting dalam proses seleksi alam. (Foto: Istimewa)

 

 “Tidak semua hal yang kreatif itu lucu, tapi semua hal yang lucu pasti kreatif.”

Bob Mankoff (2002) 


@ulwanfakhri

KUTIPAN itu datang dari seorang kartunis senior dari The New Yorker, orang yang selama puluhan tahun rutinitasnya membuat kartun-kartun lucu dan menyeleksi atau mengurasi kiriman para kartunis yang ingin karyanya terpampang di majalah bersejarah tersebut.

Intinya, kerjanya sangat intens berkutat dengan kreativitas, juga humor pastinya. Ternyata, kreativitas dan humor itu memang akrab sekali. Karib banget. Tidak terpisahkan!

Bukti-buktinya banyak tercecer kalau ditinjau dari kacamata akademik. Pertama, korelasi kreativitas dan humor bisa ditarik ke ribuan tahun lalu, dengan melihat peran kreativitas dan humor sebagai bagian dari seleksi alam.

Dari entri tentang “Creativity” di Encyclopedia of Humor Studies (2014), saya menemukan kalau aspek yang sedang digandrungi dalam penelitian humor beberapa tahun terakhir adalah awal mula kemampuan manusia menghasilkan humor.

Nah, dalam konteks tersebut, satu dari sekian banyak perspektif yang populer di kalangan peneliti adalah perspektif seleksi alam Darwinian.

Dalam perspektif Darwinian, disebutkan bahwa nenek moyang kita lebih menyukai “kakek moyang” dengan kriteria tertentu untuk diwarisi gennya. Selain fisik yang prima, seleksi seksual ternyata juga melibatkan aspek psikologis yang kompleks, seperti intelegensia, kreativitas, dan kemampuan berhumor.

Bahkan Geoffrey Miller, pakar psikologi evolusioner, menganggap humor sebagai suatu indikator yang penting dalam proses seleksi alam. Alasannya, karena kemampuan memproduksi humor berkualitas itu kompleks sekaligus genuine.

Humor dianggap memancarkan sinyal kreativitas, yang menyiratkan kecerdasan juga kemampuan untuk adaptatif. Hubungan erat kreativitas dan humor lainnya dapat dilihat dari instrumen pengukuran bernama Cartoon Punchline Production Test (CPPT).

Dikutip dari buku Creativity and Humor (2008), CPPT ini merupakan tes untuk melihat seberapa kreatif seseorang ditinjau dari kemampuannya dalam memproduksi humor, tepatnya dengan menghasilkan caption atau deskripsi atas kartun-kartun yang disajikan. Makin-makin saja korelasi antara kreativitas dan humor ini, bukan?

Berlatih humoris = berlatih kreatif (tapi lebih seru!)

Berkaca lagi kepada kutipan Mankoff di atas, secara konsep saya memahami humor sebagai pelancar kreativitas. Dengan belajar humor alias menghasilkan hal yang lucu, maka secara otomatis otak kita terasah juga untuk kreatif.

Kalau dalam peribahasa sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui, dayung itu sendiri seperti humor. Belajar humor, artinya belajar menghasilkan hal-hal yang berpotensi lucu sekaligus kreatif. Cara ini saya rasa merupakan cara yang sedikit curang untuk merespons kebutuhan dan animo masyarakat yang berminat mempelajari kreativitas.

Dalam buku Coaching Creativity: Transforming your Practice (2017), ada kecenderungan bahwa orang yang datang ke pelatihan, workshop, mentoring, atau coaching tentang kreativitas adalah supaya menjadi produktif dalam menghasilkan karya-karya kreatif. Karya-karya kreatif ini sendiri macamnya beragam, mulai menulis buku, memulai bisnis, hingga menjalankan hobi atau aktivitas di luar rutinitas yang mengandalkan kreativitas.

Namun tentu prosesnya tidak akan seinstan itu juga. Kreativitas juga buah dari latihan, sama seperti berhumor. Bedanya, latihan kreatif ini bisa dibuat lebih santai dan menyenangkan dengan latihan berbasis humor.

Seperti apa contoh latihannya? Sederhana saja. Chief Creative Officer (CCO) IHIK3 dan komedian, Yasser Fikry, dalam suatu workshop IHIK3 pernah mengajarkan salah satu permainan improv comedy atau games yang juga lazim disebut “ubah fungsi”.

Kalau Anda diminta menyebutkan fungsi dari benda bernama pulpen, berapa banyak fungsi yang bisa Anda temukan selain untuk menulis dan menggambar? Terpikirkah Anda menggunakan pulpen tersebut untuk menggaruk punggung? Diputar-putar layaknya stik drum? Atau mungkin dipatahkan untuk melampiaskan kekesalan? Membiarkan otak bekerja untuk menciptakan pemecah masalah yang “keliru” ini adalah implementasi berhumor sekaligus berpikir kreatif.

Sabtu, 18 Juni 2022, saya dan mas Yasser akan mengajak Anda menyelami lebih jauh tentang humor dan kreativitas, sembari melakukan sejumlah latihan tentang bagaimana menerapkan humor untuk mengasah kreativitas. Anda bisa mendaftarkan diri segera lewat laman ihik3.com.

Tapi Anda juga tidak perlu hadir, kalau tidak ingin lolos seleksi alam! Hehehe.
 

Ulwan Fakhri - Peneliti Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3)

Post a Comment

Previous Post Next Post